Manas: Posisi Kunci

Manas menduduki posisi sentral yang merupakan esensi keberadaan manusia. Dari kata Manaslah kemudian muncul kata manusia dalam Bahasa Indonesia atau human atau man dalam Bahasa Inggris. Upanishad menegaskan, “Mana eva manushyaanam kaaranam bandha mokshayoh” – bagi manusia, Manaslah yang menyebabkan perbudakan atau pencapaian Moksha.”

Meskipun menduduki sentral, dalam hierarki Sankhya pikiran atau Manas menduduki posisi kunci di bawah keakuan atau Ahamkara. Kecerdasan atau Buddhi berada pada tataran yang lebih tinggi dari pikiran, dan sejajar dengan keakuan. Sedangkan, kesadaran atau Citta berada di atas kecerdasan dan keakuan. Citta sejajar dengan Triguna (Sattva, Rajas, Tamas) – tiga kekuatan Prakriti namun belum terpengaruh olehnya. Citta turunan langsung dari Purusa – yang merupakan hakikat yang berlawanan dengan Pradhana atau Prakriti – semesta material. Dari Pradhana inilah Triguna berasal.

Bila Citta terpengaruh oleh Triguna dan didominasi oleh Sattva, maka ia tidak lagi sebagai kesadaran yang jernih, melainkan Buddhi. Dan, bila Citta dipengaruhi dan didominasi oleh Rajas dan Tamas, maka terlahirlah Ahamkara.

Ahamkara inilah yang membawahi dan menggerakkan Manas. Buddhi sangat jarang turut campur dalam pemerintahan ini. Ketika melayani Ahamkara, Manas menjadi sibuk, bergolak, berpusar, berubah-ubah, terombang-ambing, menimbulkan berbagai bentuk pemikiran dan perasaan.

Konyolnya, dalam ketidaktahuannya manusia justru mengidentifikasikan dirinya sebagai pikiran itu sendiri. Hanya apabila dominasi Ahamkara terhadap Manas dapat direbut oleh Buddhi, kondisi atau sifat kedewataan Sattva akan menyinarinya. Buddhi mendekati kondisi Citta, sehingga jauh lebih mudah menerima pancaran cahaya Purusa di dalam batin manusia.

Dikompilasi dari berbagai sumber.

Leave a comment